Gerakan boikot produk pro Israel yang mencuat di sejumlah sosial media, belakangan membuat sejumlah brand kenamaan dunia yang terafiliasi dengan Israel dilanda kebangrutan massal, salah satunya kedai kopi asal Amerika Starbucks. Sejak konflik antara Israel dan Hamas meletus pada 7 Oktober lalu, banyak perusahaan asal Amerika yang mulai menawarkan dukungan kepada Israel untuk melakukan serangan hingga menewaskan 18.000 warga Gaza. Alasan ini sontak mendorong warga dunia untuk gencar melakukan Gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) melalui aksi boikot terhadap produk – produk yang terafiliasi atau mendukung Israel.
Seruan untuk melakukan boikot yang dilakukan oleh generasi muda melalui jejaring media sosial seperti TikTok awalnya dimaksudkan untuk menekan Israel dari segi ekonomi, sehingga negara tidak dapat lagi membiayai operasional angkatan militernya di jalur Gaza. Starbucks sendiri sebenarnya tidak memberikan dukungan finansial untuk Israel, namun perusahaan tersebut baru – baru ini menggugat serikat pekerjanya yang memberikan dukungan untuk Palestina. Imbasnya sejumlah negara kompak melakukan aksi boikot pada Starbucks hingga perusahaan merugi 12 miliar dolar AS atau sekitar Rp 186 triliun (satuan kurs Rp 15.528).
Update Kasus Bully Siswa SMP di Cilacap, Upaya Diversi Tak Berhasil, Keluarga Korban Ogah Damai Kepala Sekolah Sempat Memuji Sosok Pelaku Bully di Cilacap, Berubah Kaget dengan Perbuatan Kejinya Boncos Rp 186 Triliun Gegara Boikot, Starbucks PHK Karyawan dan Tutup Belasan Gerai
Bu Kades Ngamuk Ayam Rp4,5 Juta Dicuri, Mbah Suyatno Tempuh Jalur Hukum: Diberi Rp1 M Pun Tak Kuakui Halaman 4 Tak hanya itu akibat dari Gerakan BDS itu saham Starbucks turun 1,6 persen, menandai penurunan terpanjang sejak perusahaan tersebut berdiri pada tahun 1992. Dampak dari kerugian finansial ini, seorang karyawan Starbucks asal Maroko yang tak disebutkan namanya melaporkan bahwa perusahaan sudah menginfokan beberapa staff bahwa mereka akan dipecat karena penjualan yang turun signifikan akibat boikot yang sedang berlangsung.
“Starbucks turut mengumumkan keputusan mereka untuk menghentikan 18 operasi tokonya yang ada di Maroko mulai 15 Desember, seiring dengan menurunnya laba penjualan akibat aksi boikot,” jelas karyawan Starbucks dikutip dari Morocco World News. Pemecatan serupa juga menyasar karyawan Starbucks di gerai cabang Mesir, sumber kepercayaan The New Arab menyebut bahwa perusahaan mulai memangkas karyawan akibat penjualan yang turun pasca boikot. "Saat ini, perusahaan memangkas pengeluaran dan memaksa pekerja yang tersisa untuk kerja lebih keras daripada yang seharusnya untuk mengkompensasi kekurangan staf," ujar karyawan Starbucks di gerai cabang Mesir.
Pihak Starbucks hingga kini masih belum memberikan komentar apapun terkait pemecatan akibat boikot, namun organisasi hukum dan HAM asal Mesir The Egyptian Centre for Economic and Social Rights (ECESR) mengutuk laporan PHK. Lembaga itu menilai tindakan yang dilakukan Starbucks telah melanggar undang undang ketenagakerjaan Mesir. "Undang undang ketenagakerjaan Mesir menetapkan bahwa jika pemberi kerja ingin mengurangi tenaga kerjanya karena alasan keuangan, perusahaan tersebut secara hukum diwajibkan untuk mengajukan permintaan perampingan perusahaan sebelum sebuah komite [di biro tenaga kerja] dibentuk khusus untuk tujuan ini," kata serikat pekerja ECESR.